Timika (suaramimika.com) – Perjalanan sejarah Papua Tengah dalam merancang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, kini memasuki tahap Konsultasi Publik dan Pembahasan, pada Kamis (20/11/2025).
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRP) Papua Tengah, Nancy Raweyai sebagai inisiator membuka acara konsultasi publik.
Nancy menekankan penyusunan Raperda ini, merupakan langkah penting dan strategis untuk memastikan kerangka hukum yang jelas dan kuat bagi pencegahan kekerasan, perlindungan korban, dan penguatan peran perempuan dalam masyarakat.
Sebelum pelaksanaan konsultasi publik ini, Nancy mengatakan jika mereka sudah menyelenggarakan rapat internal DPR Papua Tengah yang membahas substansi awal Raperda.
Hasil rapat tersebut menjadi acuan teknis dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), serta lanjutan pembahasan regulasi yang saat ini sedang digodok.
Ia menekankan bahwa konsultasi publik merupakan tahapan krusial untuk memastikan bahwa peraturan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga selaras dengan konteks sosial, budaya, dan kebutuhan nyata masyarakat Papua Tengah.
“Perempuan di beberapa wilayah Papua masih sering dianggap kelas dua. Padahal, perempuan adalah penjaga budaya dan generasi. Melalui Rancangan Peraturan Daerah ini, kami ingin melestarikan adat istiadat yang baik dan memperbaiki praktik adat yang merugikan perempuan melalui pendidikan dan pendekatan yang protektif,” jelas Nancy.
Untuk mengawali semangat ini, Nancy juga telah melaksanakan FGD secara daring pada tanggal 3 November 2025.
Acara FGD dibuka oleh Wamen KPPA, Veronica Tan bersama dengan beberapa kelompok yang fokus terhadap isu Perempuan dan Anak antara lain Ibu Eva Sundari, Direktorat Pendanaan Riset dan Inovasi (BRIN) dan beberapa lembaga kemitraan lainnya.
Wamen KPPA dalam sambutannya menyampaikan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta penguatan peran perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas yang sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Dalam dialog dengan peserta konsultasi publik, berbagai masukan muncul, seperti penguatan layanan pengaduan, pendampingan korban, peran desa dalam pencegahan kekerasan, peningkatan literasi hukum, dan pentingnya melibatkan tokoh adat dan agama dalam implementasi peraturan daerah yang akan datang.
DPRP Papua Tengah menyatakan komitmennya untuk mengawal implementasi peraturan ini melalui pendidikan, pelatihan, advokasi, dan kemitraan lintas sektor.
Setelah konsultasi publik, DPRP Papua Tengah akan melakukan harmonisasi bersama Kemenkum Papua, sebelum Paripurna tingkat II yang kemudian di lanjutkan dengan fasilitasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Produk Hukum Daerah. (Sitha)


























