Kabar Mimika

DPRPT Konsultasi Publik 10 Raperdasi dan Raperdasus di Kabupaten Mimika

×

DPRPT Konsultasi Publik 10 Raperdasi dan Raperdasus di Kabupaten Mimika

Sebarkan artikel ini
Asisten II Setda Mimika, Frans Kambu, Wakil Ketua Bapemperda DPRPT, Ardi, Wakil Komisi IV DPRPT, John NR Gobay, Ketua STIH Mimika, Maria F Kotorok dan pihak terkait saat pembukaan konsultasi publik Raperdasi dan Raperdasus

Timika (suaramimika.com) – Untuk mengatur urusan pemerintahan daerah di Provinsi Papua dan lebih spesifik mengatur hak serta kepentingan Orang Asli Papua (OAP) sesuai amanat Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus), Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah (DPRPT) melibatkan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) melakukan agenda konsultasi publik terhadap 10 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) dan Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus), Selasa (4/11/2025) di Hotel Horison Diana Timika.

Konsultasi Publik ini dihadiri oleh OPD teknis di lingkup Pemkab Mimika, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Mimika, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pelaku usaha/asosiasi profesi seperti asosiasi kontraktor, Lembaga Masyarakat Adat Amungme (Lemasa), Lembaga Masyarakat Adat Kamoro (Lemasko) dan tokoh perempuan.

Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRPT, Ardi, ST mengatakan, konsultasi publik 10 Raperdasi dan Raperdasus dilakukan di Kabupaten Mimika.

Secara paralel, Tahun 2025, dalam paripurna Propemperda, DPRPT membuat 34 Perdasi dan Perdasus. Di mana, 10 diantaranya sudah memasuki tahapan konsultasi publik. 19 lainnya hari ini secara bersamaan dikerjakan di Nabire yakni sedang diharmonisasikan dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

“10 Raperdasi dan Raperdasus yang prosesnya dilakukan di Timika ini seminggu lalu sudah kita lakukan harmonisasi. Saat ini sudah tahapan konsultasi publik. Dan hari ini ada 19 Perdasi dan Perdasus yang sedang diharmonisasi,” jelasnya.

Pembuatan Raperdasi dan Raperdasus ini kata Ardi adalah sebagai langkah dan gerak cepat DPRPT sebagai lembaga yang memang memiliki tupoksi untuk pembuatan Peraturan Daerah (Perda).

“Kami di provinsi baru ini membuat pondasi sesegera mungkin supaya pembangunan ke depan semakin jalan,” jelas Ardi.

Lanjut Ardi, konsultasi publik Raperdasi dan Raperdasus juga akan dilakukan di Nabire dengan melibatkan berbagai pihak terkait dari 8 kabupaten di Papua Tengah.

Setelah proses konsultasi publik ini, DPRPT akan menggelar paripurna pembahasan Raperdasi dan Raperdasus. Selanjutnya akan melakukan pengharmonisasian dengan pihak kementerian terkait yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Kementerian Hukum dan HAM.

“Kita akan melakukan harmonisasi dengan kementerian pada akhir bulan November. Kita akan bedah pasal per pasal. Apakah memang ada pasal yang tidak sesuai dengan peraturan kementerian terkait,” ungkapnya.

Usai harmonisasi dengan pihak kementerian, maka akan didapati nomor registrasi dari Kementerian Dalam Negeri.

Lanjut Ardi, dari semua proses ini, DPRPT menargetkan sebelum Tanggal 31 November, Raperdasi dan Raperdasus sudah bisa ditetapkan.

Dari 34 Raperdasi dan Raperdasus, Ardi berharap peraturan tersebut bisa ditetapkan karena sebagai langkah awal untuk landasan pergerakan pembangunan dan keberpihakan bagi Orang Asli Papua (OAP) di Tahun 2026.

“Kita sangat berharap karena ini sebagai langkah awal untuk kita bergerak di Tahun 2026,” ungkap Ardi.

Senada dengan hal itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRPT, John NR Gobai menyebut jika proses konsultasi publik Raperdasi dan Raperdasus adalah merupakan tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya produk hukum daerah.

Jadi setelah proses pengkajian, perumusan, Focus Group Discussion (FGD), seminar akhir selesai dilakukan kemudian dilanjutkan dengan konsultasi publik, DPRPT melakukan harmonisasi dengan Bagian Hukum Setda Provinsi Papua Tengah dan mitra terkait sesuai dengan judul Raperdasi dan Raperdasus.

“Jadi, konsultasi publik ini merupakan bagian dari kita mensosialisasikan dan mendengarkan masukan guna memastikan partisipasi masyarakat didalam penyusunan produk hukum daerah,” jelas John.

Pada saat konsultasi publik di Mimika ini, kata Jhon, ada yang menarik tentang Raperdasi Papua Tengah tentang tugas-tugas kepolisian. Dalam Perdasi Papua Tengah tentang kepolisian salah satu materinya itu tentang penjaga wilayah adat atau polisi adat. Hal ini dirasa penting oleh masyarakat adat.

“Kalau di Perda kita itu ada penjaga wilayah adat. Logikanya adalah masyarakat adat memiliki wilayah adat, mempunyai potensi yang ada dalam wilayah adat. Punya pimpinan adat, mesti ada penjaga adat, polisinya,” jelas John.

Salah satu poin yang menjadi perhatian masyarakat dalam agenda konsultasi publik ini tambah John, mengindikasikan jika adanya penjaga wilayah adat atau polisi adat ini menjadi kebutuhan hukumnya masyarakat.

“Guna memenuhi kebutuhan hukum masyarakat itu maka ada Peraturan Daerah provinsinya. Dan itu sudah ada. Kita berharap Polda Papua Tengah sama-sama memastikan bahwa Raperdasi ini berjalan,” pungkas Jhon. (Sitha)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *