Timika (suaramimika.com) – Pasca pembakaran mahkota burung Cenderawasih dan Kasuari oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), Selasa (21/10/2025) lalu.
Maka Dewan Adat Daerah (DAD) Mimika, menyampaikan pernyataan sikap ke DPRK Mimika khususnya Komisi III, pada Selasa (28/10/2025).
Ketua DAD Mimika, Vinsent Oniyoma mengatakan, tindakan pembakaran simbol sakral tersebut bukan hanya pelanggaran terhadap nilai-nilai adat dan spiritualitas, tetapi juga merupakan bentuk nyata dari imperialisme budaya yang selama ini dijalankan oleh aparatur negara di Tanah Papua.
Menurut Vincent, ini bukti kegagalan Otonomi Khusus (Otsus) dalam menjamin kedaulatan budaya dan hak-hak masyarakat adat Papua.
“Kami terpukul dengan aksi pembakaran simbol budaya ini,” tegas Vinsent yang didamping Tokoh Adat suku Kamoro, Sonny Atiamona.
Tindakan BBKSDA Papua kata Vinsent, berdalih menegakkan hukum konservasi berdasarkan Permen LHK No. P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 telah mengabaikan prinsip-prinsip dasar penghormatan terhadap masyarakat adat sebagaimana dijamin dalam Pasal 18 b ayat (2) UUD 1945, UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, serta Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP 2007).
Melihat hal ini, DAD menyerahkan pernyataan sikap yakni :
1. Mahkota Cenderawasih adalah simbol spiritual dan identitas leluhur kami. Cenderawasih bukan sekadar benda mati, bukan barang bukti, dan bukan objek hukum positif yang bisa dibakar atas nama regulasi. Mahkota itu adalah warisan suci yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang kami. Ketika negara membakarnya, maka negara telah membakar harga diri kami, membakar sejarah kami, dan membakar kehormatan kami sebagai orang Papua.
2. Kami menolak segala bentuk imperialisme budaya yang dijalankan oleh negara melalui aparaturnya.
Tindakan BBKSDA adalah puncak dari praktik sistemik yang telah lama kami alami,yakni pengabaian, penindasan, dan pemusnahan nilai-nilai adat demi kepentingan hukum sentralistik yang tidak memahami konteks budaya lokal.
3. Kami menyatakan bahwa Otonomi Khusus (Otsus) telah gagal. Otsus seharusnya menjamin pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. Namun kenyataannya,kami masih menjadi korban dari kebijakan yang dibuat tanpa konsultasi, tanpa partisipasi, dan tanpa penghormatan terhadap sistem adat kami. Kegagalan Otsus juga tercermin dari tidak konsistennya negara, termasuk pemerintah daerah dalam mengakui dan melindungi eksistensi masyarakat adat sebagai subjek hukum yang sah. Hingga hari ini, belum ada regulasi daerah yang secara tegas dan operasional melindungi hak-hak adat masyarakat Amungme, Kamoro, dan Sempan sebagai pemilik sah
wilayah adat di Kabupaten Mimika. Ini adalah bentuk pengabaian sistemik terhadap prinsip keadilan sosial dan kedaulatan adat.
Bukan hanya itu, DAD juga menuntut :
Permintaan maaf resmi dari Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), atas pembakaran mahkota adat Cenderawasih.
Juga meminta pencopotan Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan yang melukai masyarakat adat.
Selanjutnya, revisi segera terhadap Permen LHK No. P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017, dengan menambahkan klausul perlindungan terhadap benda-benda adat dan simbol budaya masyarakat hukum adat.
DAD juga meminta adanya penguatan peran Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga representatif orang
asli Papua dalam setiap kebijakan yang menyentuh hak-hak adat.
Terakhir, ratifikasi Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 tentang Masyarakat Adat dan Suku Bangsa sebagai bentuk komitmen negara terhadap hak-hak masyarakat adat secara internasional.
Dalam kesempatan ini, secara tegas DAD meminta DPRK Mimika untuk segera menyusun dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Masyarakat Adat, khususnya bagi suku Amungme, Kamoro, dan Sempan yang mendiami wilayah administratif Kabupaten Mimika.
” Perda ini harus menjamin pengakuan hak atas tanah ulayat, perlindungan
terhadap simbol budaya, serta partisipasi penuh masyarakat adat dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan publik di tingkat daerah,” kata Vinsent.
Menanggapi tuntutan DAD ini, Ketua DPRK, Primus Natikapereyau menyebut jika aspirasi DAD atas insiden pemusnahan mahkota Cenderawasih ini tentunya sangat berpihak kepada harga diri budaya Papua. Aspirasi ini tentunya disampaikan oleh seluruh orang Papua, sehingga sebagai DPRK pihaknya siap menggodok Perda khusus tentang perlindungan masyarakat adat dan semua atribut budaya.
“Terima kasih kepada DAD yang sudah dengan santun menyampaikan aspirasi,” kata Primus yang didamping Ketua Komisi III DPRK, Herman Gafur,” pungkasnya. (Sitha)



















